Home »
Amerika Serikat
,
Berita Internasional
» Catatan Ketum PPP Soal Pilpres AS: Kemenangan Trump Sempurna!
Catatan Ketum PPP Soal Pilpres AS: Kemenangan Trump Sempurna!
Written By RandaRexsa on Wednesday, November 9, 2016 | 11/09/2016 05:03:00 AM
TRIBUNHARIAN.COM, Washington DC - Mengejutkan. Mungkin satu kata itu pas disematkan untuk kemenangan Donald Trump di Pilpres AS 2016. Lebih mengejutkan lagi, kemenangan Trump bisa dikatakan sempurna, karena diikuti kemenangan Partai Republik di semua lini pemilu AS.
Di sejumlah survei yang digelar lembaga terkemuka, Hillary diprediksi menang tipis atas Trump. Namun, dalam polling di media sosial jelang hari pemilihan, Trump memang unggul dibanding Hillary.
Ketum PPP Romahurmuziy, yang bersama rombongan delegasi DPR memantau langsung proses pemilihan presiden AS, mengucapkan selamat atas kemenangan Trump dan Partai Republik. Rommy, demikian dia akrab disapa, juga membuat sejumlah catatan atas kemenangan Trump. Berikut catatan Rommy:
Selamat atas Kemenangan sempurna Trump!
1. Pada saat ini ditulis, Trump baru saja menyampaikan pidato yang menyatakan dirinya baru saja ditelepon Hillary atas kemenangannya. Trump katakan, "Hillary baru saja telepon menyampaikan selamat kepada KITA, "it's about US". Mengapa? Karena kemenangan Trump, meski perhitungan suara belum selesai, diproyeksikan akan sempurna dengan kemenangan di Kongres, baik di House of Representative (DPR) maupun di Senat. Di DPR, dari 435 anggota, Republik diperkirakan memenangkan 240 vs 195 kursi. Sedang di Senat, Republik diperkirakan sementara 51 vs 47 kursi. Bahkan, Republik juga menguasai kemenangan mayoritas dalam pemilu gubernur di 12 negara bagian, dan lembaga kejaksaan.
2. Di mana kunci kemenangan Trump yang mengejutkan bahkan sebagian besar lembaga survei dan media besar seperti CNN dan New York Times? Saya katakan, kunci Trump di 3 hal eksternal di luar dirinya dan 3 hal internal faktor.
3. Faktor eksternalnya, pertama, keinginan rakyat AS untuk perubahan setelah 2 term kepresidenan dikuasai Demokrat. Adalah hal yang siklikal dalam politik AS yang rasional di beberapa dekade terakhir, mereka hanya memberikan kesempatan selama 2 term kepada setiap partai politik untuk berkuasa. Kedua, budaya patriarkhal yang masih sangat kuat di AS. Bayangkan, setelah 240 tahun merdeka, baru kali ini lolos seorang nominee presiden perempuan. Ini di tengah realitas banyaknya LSM. Ketiga, kewajaran sebuah bangsa ketika dihadapkan pada ketidakpastian di dunia internasional, akan kembali pada dirinya, alias menguatnya proteksionisme.
4. Faktor internalnya, pertama, kemampuan Trump mengartikulasikan true Republican values kepada pemilih, dengan semboyan "make America great again", yang kontras dengan semboyan Hillary "stronger together" yang tidak terlalu jelas tentang apa pesan yang mau disampaikan. Nilai-nilai Republican yang cenderung maskulin, inward outlook, menonjolkan white supremacy, dan religious-fanatics, mampu dieksploitasi secara baik oleh Trump dengan bahasa yang disebut sebagai "paling provokatif dan nakal" dalam debat-debat kepresidenan.
5. Faktor internal, kedua, Trump mampu membangkitkan kebutuhan seorang pemimpin yang menggambarkan "American dream", yakni White, Anglo Saxon, Protestant (WASP), dan miliuner. Dia mampu meyakinkan bahwa, AS yang besar hanya bisa dipimpin seorang yang terbukti berhasil, apapun perilaku moral masa lalunya. Ini sekaligus mengonfirmasi bahwa publik AS lebih menghargai honesty (keterusterangan) daripada avoidancy (penghindaran). Terlepas dari perilaku dan pernyataan Trump, yang dalam exit poll CNN dipersepsikan 70% pemilih perempuan mengganggu, namun publik dihadapkan pada dugaan skandal manipulasi email yang dilakukan oleh Hillary yang terus dinyatakannya tak terlibat.
6. Faktor internal ketiga, Trump mampu meyakinkan publik AS, bahwa proteksionisme, unilateralisme, dan jawaban atas kesalahan preskripsi Obama dalam soal kesehatan, adalah jawaban untuk membuat bangsa AS kembali berjaya. Padahal ini di tengah afirmasi publik AS atas keberhasilan ekonomi Obama selama 8 tahun terakhir dalam menekan defisit warisan Republik saat Bush memerintah. Bahkan Obama dan Michelle Obama turun langsung menjadi jurkam di malam pemilihan, 7 November, di Philadelphia, negara bagian Pennsylvania. Hal mana justru hasil pemilunya Hillary kalah di negara bagian itu.
7. Exit poll CNN menggambarkan bahwa Trump mampu menundukkan hati publik AS dalam isu terorisme, imigran, dan efek perdagangan internasional. Rakyat AS meyakini, Trump mampu melindungi warga AS atas meningkatnya radikalisme, membanjirnya imigran dan pengungsi, maupun adanya dampak buruk blok perdagangan bebas seperti Trans Pacific Partnership.
Basis Trump dan Reaksi Pasar
1. Dilihat dari basis daerah kemenangan, Trump mampu menjungkirbalikkan seluruh analisis lembaga survey sampai detik-detik terakhir yang telah 'memodali' Hillary dengan 200 Electoral College (EC) di 16 negara bagian, dan Trump hanya dengan 179 EC di 22 negara bagian. Untuk terpilih sebagai Presiden AS yang menerapkan pola winner takes all, seorang calon harus menang di 270 EC (semacam distrik).
2. Kemarin saya katakan, pertarungan akan terjadi di 12 negara bagian. Ternyata, sampai tulisan ini diturunkan, Trump menang di 6 negara bagian, Hillary 3 negara bagian, dan 3 lagi masih dihitung. Hillary diistilahkan, "merusak tembok biru" Demokrat. Trump menang di battleground yang semula dihitung sebagai basis Demokrat, yakni Wisconsin (Electoral College, EC, 10), Pennsylvania (EC, 20), North Carolina (EC, 15). Kemenangan besar Trump, meski sangat tipis, tentu di Florida yang memiliki EC terbesar, 29. Sudah beberapa Pilpres AS, siapa yang memenangkan negara bagian Florida, akan memenangkan Pilpres AS, begitupun Obama dalam 2 pemilu terakhir.
3. Sistem pilpres AS memang agak "kejam" dan "gambling", khas AS, karena ada semacam indirect victory. Dari sisi popular vote, selisih antara Trump dan Hillary sesungguhnya, sementara ini hanya kurang dari 1%, yakni sekitar 527 ribu suara, sampai tulisan ini diturunkan. Namun dari 538 Electoral College (EC), dengan pola winner takes all, Trump sudah memenangi 289 vs 218 EC. Ini menyisakan 31 EC dari 3 negara bagian saja untuk diperebutkan, yang sudah tidak lagi mengubah kemenangan Trump, yakni Arizona (EC, 11), Michigan (16), dan New Hampshire (4).
4. Lagi-lagi dari exit poll CNN across country, pemilih terdiri atas 70% white, 11% black, 11% latino, dan 5% Asian, Americans. Jelas Trump memenangkan suara kulit putih, sementara Hillary mendapat dukungan penuh kulit hitam, hispanik, dan keturunan Asia (Cina, Muslim, Timur Tengah, dll).
5. Reaksi hampir seluruh elite AS, para pengamat politik, lembaga survei, media-media besar seperti CNN, Bloomberg, ABC, Fox News, The Economist, New York Times, bahkan elite partai Republik sendiri, terkejut dan khawatir dengan kemenangan Trump. Mereka kuatir bila Trump "merealisasikan omongannya". David Gregony, pengamat politik, bahkan mengangkat seluruh janji menakutkan Trump di seluruh kampanyenya, seperti: membangun tembok besar penahan imigran, memenjarakan lawan politik, menahan muslim masuk AS. Paul Krugman, ekonom pemenang nobel bahkan mengatakan di New York Times, bahwa kemenangan Trump adalah "adverse to all economy", karena pola defisit ekonomi yang selama pemerintahan Republik zaman Bush dijalankan sudah dipastikan akan diulangi.
6. Welcome to protectionism and unilateralism, mungkin itu yang tepat menyambut Trump. Seluruh bursa utama dunia, baik Asia, seperti Shanghai, Hong Kong dan Tokyo, maupun Eropa seperti, London, Paris dan Frankfurt, mengalami penurunan serentak. Harga minyak juga menurun lagi. Apalagi kalimat pertama Trump adalah, "kepada seluruh mitra LN kami, biarlah kami mengurus diri kami, tentu secara fair". Ini kembali menunjukkan inward oriented Trump yang memang khas Republican, sehingga politik LN AS ke depan diproyeksikan akan lebih unilateralis.
7. Pilpres AS ini memberikan gambaran anomali. Di tengah approval rate publik AS kepada Obama yang masih tinggi, 53% vs 45%, ternyata endorsement-nya tak mampu mengangkat dukungan kepada Hillary bahkan di Pennsylvania, negara bagian tempat Obama dan istrinya habis-habisan untuk kampanye terakhir. Anomali berikutnya, bahwa dana fantastis yang dikumpulkan Hillary, sekitar USD 718 juta (Rp 9,3 trilyun) tak serta merta jaminan menang terhadap Trump yang 'hanya' mampu mengumpulkan USD 293 juta (Rp 3,8 trilyun). Bahkan pantauan langsung saya di bbrp TPS, saksi-saksi partai Republik tidak hadir di lokasi pemungutan suara. Pilpres AS 2016 adalah yang terbesar dalam mobilisasi biaya di seluruh dunia, lembaga IFES memperkirakan sekitar USD 10 milyar (Rp 130 triliun) dimobilisasi oleh lembaga penyelenggara pemilu, kontestan dan donatur. Dan itu hanya untuk kehadiran sekitar 120 juta pemilih.
Rommy memantau pilpres AS bersama dengan Ketua Fraksi PPP DPR Reni Marlinawati, Sekretaris Fraksi DPR PPP Amir Uskara, Wakil Ketua BKSAP DPR yang juga Ketua DPP PPP bidang Luar Negeri Syaifullah Tamliha, dan Wakil Sekretaris Fraksi PPP Dony Ahmad Munir.
Sumber info : Detik.com
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Post a Comment