TRIBUNHARIAN.COM - Pemanah Ninik Umardyani (50) menunjukkan kelasnya. Dia yang sudah merasakan ketatnya persaingan di Peparnas XV memborong 4 keping emas dari nomor recurve Peparnas XV/2016 di Lapangan Pajajaran Bandung, Oktober 2016 lalu.
Raihan tersebut membuatnya tampil sebagai pengumpul medali terbanyak di sektor putri. Itu merupakan sebuah prestasi yang membanggakan. Kendati demikian, pemanah asal DI Yogyakarta itu tak mau jumawa.
"Saya sangat bersyukur, ini semua bisa terjadi karena saya diberi nikmat sehat sehingga memungkinkan semuanya ini terjadi," katanya sambil menyatakan bahwa capaian tersebut sesuai dengan target.
Dia pun tak mau larut dengan prestasi yang baru dibuatnya. Bahwa kemenangan itu bakal dirayakan pasti dilakukan. Hanya saja, dia mengaku tak mau berlama-lama dalam menikmatinya. Pasalnya, ada kepercayaan yang harus mulai dijawab.
"Saya dapat panggilan Pelatnas. Pemusatan mulai digelar 5 November mendatang di Solo untuk kesiapan menghadapi ASEAN Paragames 2017 di Malaysia, saya tentu harus kerja keras kalau ingin meraih prestasi," katanya.
Dengan empat emas yang mengalung di lehernya, seusai upacara penghormatan pemenang, dia menjadi buruan penggemar yang ingin berfoto bersama.
Sebelum terjun ke panahan, Ninik Umardyani adalah seorang atlet lempar cakram yang juga kerap turun di Peparnas. Kali terakhir, dia tampil.di Kaltim 2008. Seiring usia, dia merasa pemilihan cabang olahraga yang diikutinya mesti menjadi pertimbangan.
Panahan kemudian jadi pilihan saat usianya menginjak 42 tahun. Keindahan seni dalam membidik itu menarik minatnya. Dengan modal power sebagai bekas lempar cakram, dia yakin energinya bisa lebih optimal dalam penggunaan alat. Selebihnya tinggal mengasah feeling saat melepas panah ke sasaran.
Hanya saja, imajinya tak semudah membalik telapak tangan. Busur dan anak panah yang menjadi mainan barunya ternyata membutuhkan kerja keras.
"Saya sempat frustasi. Kok ternyata susah, padahal hanya sekadar mengarahkan anak panah. Tiga bulan, perasaan saya tak karuan. Untunglah, teman-teman terus memberi motivasi, saya pun bertekad kuat karena sudah banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk mempelajarinya," katanya.
Totalitasnya tak percuma. Istilah dia, latihannya kejar tayang. Apalagi kunci "permainan"-nya sudah bisa dipegang. Pintu pun semakin lebar baginya untuk menunjukkan kiprahnya.
Kemampuan memanahnya benar-benar langsung melesat. Saat turun di ASEAN Paragames 2011 di Solo, dia langsung menggondol medali perak dan perunggu. Setahun kemudian, dia menyumbangkan emas di Peparnas Riau bagi Yogyakarta.
Keputusannya untuk berkompetisi dengan peserta normal juga karena hasratnya akan panahan yang terus menggebu-gebu. Dia merasa hasil latihannya belum optimal karena belum menemukan parameter yang tepat untuk menilai kerja kerasnya.
Ilmu panahnya sejauh mana, belum bisa diukur. Terlebih pada pertandingan resmi. Kejuaraan di lingkup paralimpik pun terbatas. Lain halnya di kejuaraan yang diikuti peserta normal. Kejuaraan bisa berlangsung tiap tiga bulan.
"Di Peparnas XV, kemampuan pesertanya sebenarnya bagus-bagus tapi mereka kurang jam terbang. Lain halnya kalau kita ikut banyak kejuaraan, kita bisa mengevaluasi akan kemampuan kita sehingga peluang berkembang pun terbuka," katanya yang akan tampil di nomor recurve Peparnas XV.
Dengan semangat itu pula, Ninik Umardyani tak lagi canggung berkompetisi dengan peserta normal. Termasuk harus berjalan sendiri mengambil anak panahnya ke tujuan. Karena dia sadar, diperlukan langkah melampaui batas untuk merasakan sensasi yang sebelumnya belum pernah dirasakan.
Sumber info : Detik.com
0 komentar:
Post a Comment