Nurhadi (Foto: Ari Saputra/detikcom) |
Nurhadi tak membantah bahwa ia memang menelepon Edi, hanya saja dia membantah bahwa itu terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) PT AAL yang telah lewat batas waktu. Hal tersebut disampaikan Nurhadi saat menjadi saksi terdakwa Edi Nasution dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2016).
"PT AAL mengenai PK di dalam dakwaan bahwa pengajuan PK sudah lewat waktu. Permohonan itu bisa dilakukan, atas permintaan saudara saksi yang tadi secara samar disebutkan memang betul saudara saksi menelepon. Apakah benar, saudara menelepon terdakwa untuk mengirimkan permohonan PK dengan kata lain supaya permohonan PK diterima dan dikirimkan?" tanya salah seorang kuasa hukum Edi.
"Saya tidak tahu betul substansinya, yang saya tahu hanya itu, 'ada masalah saya di pusat kok enggak dikirim-kirim'," jawab Nurhadi.
Menurut Nurhadi, meskipun ia tahu apa perkara yang dimaksud Eddy Sindoro, ia tak punya kewenangan apapun. Tugasnya di MA terkait administrasi dan bukan teknis penanganan perkara.
"Pesan saya ke Edi Nasution, kok punya Pak Eddy (Sindoro) lama, enggak dikirim-kirim. Saya enggak tahu itu PK apalagi tenggang waktunya lewat dan sebagainya. Kalau tahu pun saya tidak punya kewenangan untuk itu," tutur Nurhadi.
Sebelumnya staf di PN Jakpus Sarwo Edy mengatakan pada Februari 2016 kuasa hukum PT AAL hendak mengajukan PK padahal batas waktunya telah melewati 180 hari. Sebelumnya putusan itu sudah disampaikan kepada PT AAL pada 7 Agustus 2015 tetapi tidak ada respons dari PT AAL.
"Karena batas waktunya sudah habis, kami tolak," kata Sarwo saat bersaksi di Pengadilan, Rabu (12/10).
PT AAL selanjutnya menemui Edi Nasution. Edi kemudian meminta saran kepada Sarwo. Setelah itu, Sarwo mengaku tak tahu lagi kelanjutannya dan Edi justru diketahui ditangkap tangan oleh KPK atas sangkaan suap.
0 komentar:
Post a Comment