PLTP |
Merdeka.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah menggenjot pengembangan dan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk menjadi pembangkit listrik. Pembangkit EBT sendiri ditargetkan mencapai 23 persen dari keseluruhan total energi pada tahun 2025 mendatang.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka mengatakan, PLN telah mencanangkan pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 22.000 MW hingga tahun 2025. Peningkatan kapasitas produksi pembangkit listrik berbasis EBT akan bersumber utama dari panas bumi, yaitu sebesar 6.200 MW.
PLN telah mengoperasikan PLTP sejak tahun 1982. Dengan pengalaman selama 34 tahun, menjadikan PLN sebagai operator yang paling berpengalaman dalam pengembangan PLTP di Indonesia. Saat ini PLN telah mengoperasikan PLTP dengan kapasitas sebesar 600 MW atau 40 persen dari total 1.500 MW kapasitas terpasang di Indonesia.
"Dalam pemanfaatan EBT, PLN mengelola dan mengoperasikan PLTP Salak unit 1, 2, 3 dengan total kapasitas 165 MW dan PLTP unit 1 Darajat dengan kapasitas 55 MW," kata Made dalam keterangannya kepada merdeka.com di Jakarta, Jumat (21/10).
Selain itu, PLN juga telah mempunyai Perjanjian Jual Beli uap dan Jual Beli Listrik (PJBTL) atau Power Purchase Agreement (PPA) dengan pihak Chevron selaku pemilik aset di dua Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) tersebut, untuk PLTP Salak kapasitas 377 MW dan PLTP Darajat kapasitas 255 MW.
PPA yang sudah dimiliki PLN dengan Chevron mengatur harga uap panas bumi maupun harga jual beli listrik. Saat ini masih terdapat pemisahan antara harga uap panas bumi dan harga listrik karena tidak semua uap yang dihasilkan masuk ke pembangkit listrik PLN. Apabila seluruh aset-aset WKP dapat dimiliki PLN tentu saja hal ini akan menekan Biaya Pokok Produksi yang akan berimbas kepada harga jual listrik kepada masyarakat.
"Kami telah memiliki kerja sama dengan Chevron, baik untuk pembelian uap panas bumi 237 MW dan pembelian listrik 395 MW dengan harga yang tetap sampai tahun 2040."
"Setelah kontrak berakhir, secara kontraktual PLN tidak memiliki kewajiban untuk memberikan kenaikan harga sepanjang masa PPA, serta tidak memiliki kewajiban untuk memperpanjang PPA," sambungnya.
Dengan adanya rencana Chevron untuk menjual seluruh asetnya di area Salak dan Darajat, PLN berkeinginan untuk mendapatkan aset-aset Chevron tersebut. Tujuannya adalah melakukan integrasi bisnis hulu dan hilir panas bumi yang diyakini akan dapat menurunkan biaya produksi PLN, sehingga pada akhirnya akan dapat menurunkan tarif listrik untuk masyarakat dan industri.
Keinginan PLN untuk memperoleh aset-aset WKP Salak dan Darajat merupakan salah satu wujud keseriusan PLN dalam pengembangan dan pengelolaan EBT di Indonesia dan menjadikan PLN sebagai pengelola panas bumi terbesar dengan total kapasitas 995 MW.
Untuk merealisasikan hal ini, PLN juga telah memiliki kesiapan dana untuk mengambil alih aset EBT pada WKP Salak dan Darajat. Ketertarikan PLN terhadap aset-aset WKP Salak dan Darajat yang saat ini dimiliki Chevron selaras dengan maksud dan tujuan PLN untuk fokus mengembangkan PLTP dengan kapasitas besar dan demi mewujudkan pemanfaatan EBT hingga 23 persen pada tahun 2025 sesuai dengan keinginan Pemerintah Indonesia.
Pemanfaatan energi panas bumi diyakini menjadi salah satu sumber energi alternatif, dengan sejumlah kelebihan sebagai berikut:
- Panas bumi merupakan salah satu sumber energi terbersih;
- Ramah lingkungan sehingga tidak menyebabkan pencemaran, serta tidak menghasilkan emisi karbon dan tidak menghasilkan gas, cairan, maupun material beracun lainnya
- Merupakan jenis energi terbarukan yang relatif tidak akan habis;
- Dibandingkan dengan energi alternatif lainnya seperti tenaga surya dan angin, sumber energi ini bersifat konstan sepanjang musim.
0 komentar:
Post a Comment